Selasa, 05 April 2011

LG P500 tutorial : Root, Install custom Recovery, Partition SD-Card, Wipe, Install ROM

Installation:,

1. Root
Rooting the phone is very simple. Look this thread: [APP]SuperOneClick v1.5.5 (Root, Unroot, Enable Non-Market App, Get UNLOCK code) - xda-developers

You can also root the LG P500 with the z4root market app.

2. Install custom Recovery
See here to install custom recovery: Custom recovery Optimus One P500/Thunderg - Android Forums


3. Partition SD-Card
Because this ROM uses Apps2sd you need an ext3 partition on your sd-card.

* Make backup of sd-card
* boot into recovery (HOME+VolumeDown+Power)
* select "Partition sdcard"
* select "Partition SD" and confirm with menu
* set swapsize to 0 with volume-down (no Swap-Partition) confirm with menu
* create EXT-Partition with 512MB (confirm with menu)
* after partitioning select "SD:ext2 to ext3" and convert ext2 to ext3
* restore backup of your sd-card

4. Wipe
For first installation of this ROM you should do a full wipe:

* boot into recovery (HOME+VolumeDown+Power)
* select "Wipe"
* select"Wipe data/factory reset"
* select "Wipe cache"
* select "Wipe Dalvik-cache"
* select "Wipe SD:ext partition"
* back to main menu to flash ROM

5. Install ROM
Copy Zip of ROM to SD-card. Do NOT extract!

* boot into recovery (HOME+VolumeDown+Power)
* select "Flash zip from sdcard"
* select correct zip of ROM from list
* confirm with menu
* reboot phone (Reboot system now)


EXTEND !!

CUSTOM ROM FLASH: HOW TO
(step by step gan jgn lompat...yg sabar )

First Step :

I cannot be held responsible for any damage you may cause to your phone by following these instructions. Every step taken is of your entire responsability.
Bismillah gan berdoa..
BACKUP..BACKUP...dan BACKUP(sms, sdcard dll)
Pastiin Batre penuh
Pastiin dah byr listrik(biar aman dilaptop aja
SDCARD Minimal CLASS 4 or lebih
Device sudah di root
- Rooting How to - rhapsodixx
- Utk yg terlanjur update ke V10e flash ulang ke V10c(flashing ori frimware) - rhapsodixx
Install ADB
(Disitu lengkap semua penjelasan tentang ADB n Bhs Indonesia lagi )
Go to Next Step


Second Step :

CUSTOM RECOVERY by Drellisdee -- please read this thread first

Download dulu 2 file dibawah ini.

- recovery-RA-GNM-thunderg-1.1.0.img.zip
- flash_image.zip(harus daftar dulu di forumnya)
Setelah di download ekstrak 2 2 nya..jd ada dua file baru
- recovery-RA-GNM-thunderg-1.1.0.img
- flash_image
Copy kedua file ke SDCARD(langsung di luar jangan di dalam folder)

TO FLASH :
Jalankan ADB SHELL
- buka command prompt(untuk windows 7 jalankan sebagai administrator)
- masuk ke folder ADB(klo ane di sini C:\android-sdk-windows\tools) ketik

adb shell

- pindah ke superuser dengan mengetik

su


liat di O1 ad request superuser di allow aj
tanda ($) berubah menjadi (#)
Setelah jadi superuser/root ketik perintah berikut scara berurutan(copas aj)


mount -o remount,rw -t yaffs2 /dev/block/mtdblock1 /system

cat /sdcard/flash_image > /system/bin/flash_image

chmod 755 /system/bin/flash_image

mv /system/etc/install-recovery.sh /system/etc/install-recovery.sh.bak
note: klo ada error distep ini loncat ke berikutnya

mount -o remount,ro -t yaffs2 /dev/block/mtdblock1 /system

flash_image recovery /sdcard/recovery-RA-GNM-thunderg-1.1.0.img

reboot recovery


Nnti masuk ke menu recovery(klo hp malah mati/ga restart nyalain aja)
- klo ad tulisan (E:bad boot message) cuekin aj..CMIIW
- gerakin atas bawah pencet vol up n vol down
- select menu pake tombol menu di O1
- back pake tombol back di O1
Custom Recovery - done..go to next step install CUSTOM ROM


Final Step :

Spoiler for Custom ROM:

Ane ambil contoh mo install ROM Prime
Download dulu ROM Prime nya - here

1. Partition SD-Card
* backup of sd-card(bagi yg belum)
- klo terlanjur dah di menu recovery pilih USB-MS toogle aj nnti sdcard muncul di PC

* boot ke recovery (HOME+VolumeDown+Power)
- atau di ADB ketik reboot recovery

* select "Partition sdcard"
* select "Partition SD" and confirm with menu
* set swapsize to 0 with volume-down (no Swap-Partition) confirm with menu
* create EXT-Partition with 512MB (confirm with menu)
* after partitioning select "SD:ext2 to ext3" and convert ext2 to ext3
* restore backup of your sd-card

2. Wipe

For first installation of this ROM you should do a full wipe:

* select "Wipe"
* select"Wipe data/factory reset"
* select "Wipe cache"
* select "Wipe Dalvik-cache"
* select "Wipe SD:ext partition"
* back to main menu to flash ROM

3. Install ROM

Copy Zip of ROM to SD-card. Do NOT extract!

* select "Flash zip from sdcard"
* select correct zip of ROM from list
* confirm with menu
* reboot phone (Reboot system now) - yg sabar yah nunggu loadingnya pertma kali agak lama..

Sabtu, 12 Maret 2011



PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KARYAWAN

Lemahnya pemahaman masyarakat khususnya karyawan di perusahaan swasta terhadap aturan ketenagakerjaan sangat memungkinkan terjadinya ketidak-adilan dan pelanggaran hukum yang dilegalkan dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang atau bahkan mungkin berlangsung selamanya, padahal jika ditinjau dari undang-undang ketenagakerjaan sanksi yang diberikan bagi perusahaan dan atau perorangan yang melanggar undang-undang tersebut sangatlah berat hukumannya pun bervariasi mulai dari penjara minimal 2 tahun maximal 5 tahun hingga denda yang mencapai 500juta, berikut ini adalah hal-hal penting dalam undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan yang harus diketahui dan dijadikan self protection bagi setiap karyawan

PERIHAL PERJANJIAN KERJA ATAU KONTRAK KERJA

Pasal 58

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Pasal 59

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8) Hal -hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Menteri.

Pasal 61

(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :

a. pekerja meninggal dunia;

b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.

(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

PERIHAL PEKERJA/KARYAWAN PEREMPUAN

Pasal 76

(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :

a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 81

(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 82

(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Pasal 83

Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

PERIHAL CUTI, ISTIRAHAT DAN LIBUR

Pasal 79

(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.

(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

(4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

(5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

PERIHAL HAK UNTUK BERIBADAH

Pasal 80

Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

PERIHAL PENGHASILAN KARYAWAN

Pasal 88

(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :

a. upah minimum;

b. upah kerja lembur;

c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya

e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f. bentuk dan cara pembayaran upah;

g. denda dan potongan upah;

h. hal -hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j. upah untuk pembayaran pesangon; dan

k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pasal 89

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:

a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.

(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

Pasal 90

(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

PERIHAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

Pasal 153

(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :

a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. pekerja/buruh menikah;

e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan

pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;

g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pasal 156

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Pasal 162

(1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

memenuhi syarat :

a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.







Kamis, 10 Maret 2011

Orang Yang Mengutamakan Nafsunya

Setelah menelusuri kajian tentang pengertian hawa nafsu, keadaan-keadaannya dan cara pengobatannya. Kini saya mulai mengkaji tentang tema orang yang mengutamakan keinginannya di atas keinginan Allah dan yang mengutamakan keinginan Allah di atas keinginannya. Kita mulai dengan membahas orang yang mengutamakan keinginan dirinya di atas keinginan Allah.

Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan, Rasulullah SAW mengatakan bahwa Allah SWT, berfirman: "Demi Kemuliaan- Ku, Keagungan-Ku, Kebesaran-Ku, Keperkasaan-Ku, Nur-Ku, Ketinggian-Ku dan ketinggian Kedudukan-Ku. Tiada seorang hamba yang mengutamakan keinginan dirinya di atas keingina n-Ku rnelainkan Kucerai-beraikan urusannya, Kukaburkan dunianya dan Kusibukkan dia dengan urusan duniawi serta Kuberikan dunia kepadanya seperti yang telah Kutakdirkan untuknya (tidak lebih)." [1]

Pembahasan saya dalam bagian ini - sebagaimana dising gung dalam hadis qudsi tersebut- akan terfokus pada tiga per kara:

1. Allah SWT akan menyiksa golongan yang mengutamakan keinginan dirinya di atas keinginan Allah dengan tiga hal:

a. Allah akan mencerai-beraikan urusannya.

b. Allah akan mengaburkan dunianya.

c. Allah akan menyibukkan hati mereka dengan urusan duniawi.

2. Tiga bentuk siksaan dalam hadis ini didahului dengan sumpah yang sangat berat "Demi Kemulian-Ku, Keagungan- Ku, Kebesaran-Ku, Keperkasaan-Ku, Nur-Ku, Ketinggian-Ku dan tingginya Kedudukan-Ku ". Dan sumpah-sumpah ini meny ingkap betapa pentingnya permasalahan yang disebut setelah itu.

3. Gaya bahasa dan redaksi hadis ini menggunakan logika "kalau tidak begini pasti begitu" (al-hashr bayna an-nafyi wa al-itsbât). Gaya bahasa itu tertera pada kalimat "tiada seorang hamba yang mendahulukan keinginannya di atas keinginan Allah melainkan Aku cerai-beraikan urusannya..."

Dengan kata lain, bila ada seseorang yang mengutamakan keinginan dirinya di atas keinginan Allah SWT, maka pasti dia akan tertimpa tiga siksaan yang disebutkan dalam hadis Qudsi tersebut.

1. Aku Cerai-beraikan Urusannya

Siksaan pertama yang pasti akan menimpa kelompok manusia ini ialah kekusutan urusan. Seperti, Allah akan mencahut pendirian, kemantapan, integritas, langkah, sikap dan wahana hidupnya. Allah terus mengombang-ambingkan mere ka. Bak sehelai bulu atau sebongkah kayu yang terapung di atas air yang tidak bermuara.

Ada dua model kepribadian manusia,

1. Pribadi yang harmonis.

2. Model manusia yang gelisah atau kacau-balau.

Kepribadian Harmonis

Pribadi yang harmonis selalu berada di bawah sutu ke kuasaan dan penguasa. Sedangkan kepribadian yang gelisah dan rusuh terobang-ambingkan oleh sekian banyak f'aktor yang berbeda. Yangpertamaialah manusiadalam keadaan monoteis tik dan yang kedua ialah manusia dalam keadaan politeistik.

Kepribadian monoteistik berada di bawah kekuasaan, ke hendak, hukum, dan perintah Allah. Dia hanya tertarik kepada "magnetisme" keridhaan Allah. Perintah Tuhan menguasai nya baik di waktu senangatau susah. Wajab dan keridhaan-Nya adalah tujuan hidupnya. Pribadi ini selalu dikuasai oleh perin tah, kekuasaan dan tujuan Ilahi.

Perintah dan tujuan yang demikian itulah yang memheri kan keharmonisan dan integritas kepada manusia. Dengan memperhatikan perhedaan sikap politis dan status sosial me reka sekalipun. Terkadang taklif politis Muslim berpindah dan satu keadaan kepada keadaan lain. Seperti, dari sikap berperang kepada sikap berdamai; dari sikap mengangkat senjalu kepada sikap melucuti senjata.

Berbagai taklif dan perintah yang seri n g herganti-ganti tersebut tidak akan menimbulkan kemelut (dissociation) dan konflik dalam kepribadian seorang Muslim. Semua itu tidak akan memudarkan integritas atau harmoni yang tumbuh dalam kepribadian monoteistik.

Keadaan inilah yang disebut dengan tauhid praktis seba gai lawan tauhid teoretis. Sudah barang tentu, tauhid praktis adalah pantulan tauhid teoretis clalam prilaku hidup seorang.

Keadaan tauhid praktis yang begini akan membebaskan manusia dari berbagai pengaruh kekuasaan. Baik yang ada dalam jiwa manusia (hawa nafsu) maupun di luarnya (tagut). Secara integral, dia masuk dalam lingkaran kekuasaan hukum rlan perintah Allah. Hukum Allah sajalah yang menjadi penguasa tindak-tanduknya. Hukum Allah merupakan sibghah (warna) umum dalam kehidupannya. Dan akhirnya, dia adalah perwujudan dari sabda Rasulullah SAWW:

"Kalian belum dianggap beriman sehingga keinginan ka lian mengikitti apa yang telah aku bawa. " [2]

Syirik merupakan kebalikan dari keadaan di atas. Kesyi rikan mengeluarkan manusia dari garis haluan hukum Allah SWT. Jiwa orang musyrik akan tercabik-cabik hawa nafsn dari arah dalam dan tagut dari arah luar.

Manusia yang keluar dari benteng tauhid, akan dimusnah kan agen-agen hawa nafsu dan tagut. Bagaikan bangunan tinggi yang disapu bersih oleh badai. Alquran menjelaskan masalah ini dengan ungkapan sebagai berikut: "Allah ialah wali orang- orang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari bermacam kegel apan. kepada cahaya. Sedang wali-wali orang kafir adalah tagut... ". Q.S. Al-Baqarah:257.

Orang mukmin hanya memiliki satu wala' (perwalian) dan komitmen. Sementara orang-orang kafir memiliki pelbagai perwalian sebagaimana yang digambarkan oleh klause, "sedang wali-wali orang kafir itu tagut."

Pribadi yang harmonis akan bertahkim dan bertumpu pada satu perintah syar'i yang memusat pada Allah dan keri dhaan-Nya.

Kelompok ini melaksanakan perintah syar'i tanpa ragu, takut, bimbang, malu, dan gelisah. Sifat-sifat itu adalah indika tor kepribadian yang pecah (dissociated personality). Jiwa rna nusia yang dipimpin oleh satu faktor akan terhindar dari semua sifat itu.

Adapun ciri-khas kelompok monoteistik ini ialah keper cayaan diri, ketenangan, keyakinan, kebulatan tekad, kebera nian, kelapangan jiwa dan hati, kesatriaan, tidak mundur aki bat sendirian dalam sikapnya atau sedikitnya pembela dan banyaknya penentang.

Amirul Mukminin Ali as berkata: "Banyaknya yang (mengikutiku) tidak akan menambah kernulian dan ba nyaknya orang yang membenciku tidak akan menimbulkan keterasingan (alienasi)." [3]

Kepribadian kelompok ini bersifat langgeng. Baik di saat senang ataupun susah, lapang atapun menderita, dan kalah ataupun menang.

Ammar bin Yasir

Semoga Allah merahmati Amar bin Yasir. Dia adalah contoh pribadi yang tenteram; teguh pendirian dan berkepribadian harmonis.

Ammar ialah sahabat Nabi yang berada di belakang barisan Imam Ali melawan Muawiyah di perang Shiffin. Kala itu, dia sudah berusia 90 tahun. Namun, jiwa dan raganya pantang menyerah. Dengan gigihnya, dia menerobos pasukan musuh. Tak sedikitpun keraguan tentang kebenaran Imam Ali as dan kebatilan Mu'awiyah menggelayutinya.

Di tengah berkecamuknya perang Shiffin dan di hadapan Imam Ali, Ammar menengadahkan kedua tangannya dan bermunajat kepada Allah:

"Ya Allah, Engkau Mahatahu. Sekiranya aku mengetahui bahwa Ridha-Mu, diperoleh dengan menenggelamkan diriku ke laut, niscaya akan kulakukan.

Ya Allah, Engkau Mahatahu. Sekiranya aku mengetahui bahwa ridha-Mu diperoleh dengan menancapkan pedang di perutku sehingga menembus punggungku, niscaya akan ku lakukan.

Ya Allah, aku sungguh telah mengetahui dari apa yang Engkau ajarkan padaku, bahwa hari ini tiada amal yang lebih Engkau ridhai daripada mernerangi orang-orang fasik itu.

Seandainya aku mengetahui ada perbuatan lain yang lebih Engkau ridhai dari perbuatan ini, niscaya akan kula kukan!" [4]

Asma' bin Al-Hakam Al-Fazârî bercerita: "Pada peperan gan Shiffin bersama Imam Ali as, kami berada di bawah bendera yang dipegang Ammar bin Yasir. Ketika itu matahari mulai naik (waktu dhuha). Kami berteduh dengan kain merah. Tiba-tiba ada seorang datang menghadap dengan mengangkat Mushhaf. Persis di hadapanku dia berucap: 'Apakah Ammar bin Yasir ada di tengah-tengah kalian? "Akulah Ammar", jawab Ammar.

"Apakah engkau Abu Yaqthan?" tanya orang itu. "Benar," jawab Ammar.

"Ada yang ingin aku bicarakan. Apakah kita berbicara di sini saja atau empat mata?" Tanyanya.

Ammar menjawab: "Terserah!"

Lalu orang itu memilih di hadapan orang banyak. Ammar menyuruhnya agar memulai angkat bicara. Lalu orang itu mulai berbicara: "Aku telah meninggalkan keluargaku dalam keadaan yakin akan kebenaran yang sedang kita jalani. Aku yakin mereka (pihak Mu'awiyah) berada dalam kebatilan. Aku senantiasa meyakini demikian.

Sampai saat malam tiba, dan terdengar olehku suara azan. Terdengar olehku bahwa kita (kedua belah pihak) sama-sama bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya. Muazin kita mengumandangkan azan yang sama. Kita melakukan salat dengan cara yang sama. Kita berdoa dengan doa yang sama. Kita membaca Alquran yang sarna. Kita mempercayai Rasul yang sama.

Di rnalam itulah aku dihinggapi keraguan. Aku lewati malam yang entah bagaimana. Hanya Allah yang mengetahui. Pagi tiha. Aku segera mendatangi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Aku menceritakan semua kejadian tersebut kepadanya.

Dengan tenang beliau berkata padaku: "Apakah engkau sudah bertemu dengan Ammar bin Yasir?"

"Tidak!" Jawabku.

Amirul Mukminin kemudian memerintahkanku untuk menemui Ammar dan memperhatikan apa saja yang diucapkan nya. Maka aku menjumpaimu semata-mata demi menjalankan perintah beliau.

Kemudian, dengan nada lantang Ammar berkata: "Tahukah kamu orang yang membawa bendera hitam yang sedang menghadapku itu? Bendera itu milik 'Amr bin Al-'Ash. Tiga kali aku memeranginya bersama Rasulullah. Ini kali keempatnya. Kali ini bukan yang terbaik dan termulia dari yang sebelumnya. Ini kali justru yang terburuk dan terkeji.

Apakah engkau hadir di perang Badr, Uhud dan Hunain? Atau setidaknya ayahmu pernah hadir kemudian mencerikan nya kepadamu?"

"'Tidak pernah," jawab lelaki itu.

Ammar melanjutkan: "Kami waktu itu bersama Rasulu llah di perang Badr, Uhud dan Hunain. Sedangkan mereka (Amr bin Al-Ash dan pasukannya) bersama orang-orang musyrik.

Tahukah kamu pasukan itu dan para prajuritnya?

Demi Allah! Seandainya orang-orang yang bersama Mu'a- wiyah itu berubah menjadi satu jasad, maka niscaya akan aku sembelih dan cincang ia.

Demi Allah, darah mereka lebih halal daripada darah seekor burung pipit. Apakah ada darah burung pipit yang ha ram?

"Tentu tidak ada!", jawab pemuda itu.

"Nah, begitu pula darah mereka”.

Mengertikah kau akan penjelasanku ini?" tegas Ammar.

"Mengerti," jawabnya.

"Sekarang, pilihlah mana di antara dua kubu ini yang lebih kau senangi!", sergah Ammar.

Ketika orang itu hendak pergi, Ammar memanggilnya. Dia berkata: "Ketahuilah! Mereka akan penggal leher kita dengan pedang mereka. Kemudian orang-orang yang gemar keba tilan di antara kalian mengatakan, sekiranya mereka tidak benar niscaya mereka tidak akan memenangkan kita.

Demi Allah! Mereka tidak mempunyai kebenaran, walau hanya sebesar kotoran mata seekor lalat.

Demi Allah! Apabila mereka memukul kita dengan pe dang sampai terkapar di tanah, maka aku pastikan bahwa kita tetap dalam kebenaran dan mereka tetap dalam kebatilan.

Aku bersumpah demi Allah! Selamanya tidak akan ada kedamaian sampai satu dari dua kelompok ini mengakui kekafi ran, membenarkan kelompok lainnya, dan meyakini bahwa orang yang terbunuh membela mereka masuk surga.

Demi Allah! Hari-hari dunia tidak akan berlalu kecuali mereka bersaksi bahwa korban yang terbunuh masuk surga. Mereka juga harus bersaksi bahwa korban yang terbunuh dari pihak lawan akan mendapat siksa di neraka dan yang masih hidup berada dalam kebatilan". [5]

Kepribadian yang Labil dan Disharmonis

Pertama konflik yang terjadi dalam pribadi yang labil dan disharmonis ini adalah antara akal dan hawa nafsu. Hawa nafsu berupaya untuk mencampakkan jiwa dari pengaruh akal dan memaksanya bertekuk lutut. Pada saat itu, jiwa manusia mem belah menjadi dua kubu yang bertikai.

Penderitaan manusia pada tahap ini besar sekali. Dhamir, fitrah dan akal mempunyai kekuatan yang mengakar dalam pribadi manusia. Mereka selalu melawan pengaruh hawa nafsu dan berupaya untuk membangkitkan dan mengembalikan ke pribadian manusia pada keadaan semula yang harmonis. Dalam tahap pergolakan internal ini, manusia mengemban penderi taan dan nestapa yang luar biasa.

Jika akal melemah dalam mengendalikan prilaku ma nusia atau jiwa tidak mampu lagi mengemban tekanan pergo lakan ini, ia berusaha lari dari kesadarannya. Ini adalah pe nyelesaian negatif bagi ketertekanan yang dialaminya. Penyele saian positifhanya dapat dicapai melalui konsistensi jiwa dalam memenuhi panggilan akal dan fitrah.

Manusia yang lemah terhadap kekuasaan hawa nafsu, akan terdisosiasi. Dia lari dari kesadarannya supaya selamat dari siksaan pergolakan dan kepedihan yang dialaminya. Pela rian mereka ialah dengan cara mabuk-mabukan, perjudian, tindak kriminal dan pelampiasan naluri seksual.

Mengherankan sekali bagaimana manusia dapat lari dari hawa nafsu menuju hawa nafsu; dari kekejian menuju kekejian. Seandainya dia berbuat sebaliknya, lari dari hawa nafsu menuju Allah, niscaya dia akan selamat dan bahagia.

Allah SWT berfirman: "Maka larilah ke Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata untukmu". Q.S. Adz-Dzâriyât:50.

Selama manusia tidak berlindung kepada Allah, dia akan selalu kalah melawan hegemoni hawa nafsu. Dia lari ke mabuk- mabukan dan pelampiasan seksual demi melupakan diri, pen deritaan, kepedihan dan siksa yang menimpanya dan demi menyelamatkan "diri" dari dirinya. Alquran mengungkap ma salah ini dengan sangat tepat.

Allah berfirman: "Mereka melalaikan Allah, maka Dia melalaikan rnereka dari diri mereka." Q.S. Al-Hasyr:19.

Orang yang lari dari keadaan sadar dan menuju minuman keras dan hiburan yang haram, sebenarnya sama dengan orang yang ingin melalaikan dirinya sendiri. Mereka termasuk orang yang lari dari keadaan ingat menuju kepada keadaan lupa. Pelarian dengan cara ini ialah yang paling berbahaya.

Dhamir ialah benteng pertahanan akhir jiwa dalam mela wan serbuan hawa nafsu. Jika dhamir telah runtuh, maka tahap awal pertempuran dan pertikaian internal dimulai; tahap penderitaan dan ketersiksaan manusia. Jika setelah itu hawa nafsu menang lagi, maka semua kekuatan manusia telah terenggut. Dan manusia, secara total, berada dalam kendali hawa nafsu.

Tidak hanya sampai di sini penderitaan manusia. Dia akan mulai mengalami perpecahan internal lain. Perpecahan yang terjadi akibat konflik antara berbagai kubu hawa nafsu itu sendiri. Jiwa manusia akan menjadi ajang pertempuran yang tak terbayangkan sengitnya antara berbagai kubu hawa nafsu. Dalam pada itu, disintegrasi, kegelisahan, kegoncangan (psik ologis) manusia makin bertambah clengan bertambahnya ur gensi hasrat masing-masing kubu untuk dipenuhi.

Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan saya berikan beberapa contoh:

1. Kadang manusia menjadi mangsa naluri balas den dam/amarah dan naluri cinta kehidupan/kekuasaan secara ber samaan. Naluri cinta tahta menuntutnya agar berpura-pura lembut kepada para penentangnya, sedangkan naluri balas dendam mendorongnya untuk menghabisi mereka. Lemah-lem but yang ini bukan termasuk sopan-santun yang merupakan bagian dari pasukan akal. Ini hanya sekadar sikap mengu tamakan hawa nafsu yang satu atas yang lainnya.

2. Seringkali naluri cinta tahta berbenturan dengan na luri cinta status sosial yang menuntut suatu etiket kemasya rakatan. Banyak sekali naluri yang menolak etiket semacam itu seperti naluri seksual. Mengekang naluri seksual untuk mem peroleh kedudukan sosial tidak bisa dikatagorikan 'iffah. Ia semata-mata adalah mengutamakan tuntutan hawa nafsu ter tentu atas hawa nafsu yang lainnya. Lazimnya, naluri seksual manusia mengalahkan naluri cinta kedudukannya. Maka dari itu, banyak skandal seksual yang dari masa ke masa membuat para pemimpin berjumpalitan.

3. Kadangkala manusia menjadi korban konfrontasi an tara cinta tahta dan takut akan diri sendiri. Naluri yang pertama menuntut manusia untuk menyerang dan bertindak se rampangan. Sementara naluri yang kedua lebih menuntut ke hati-hatian dan kewaspadaan.

Inilah tiga contoh adanya konflik intern berbagai hawa nafsu manusia. Konflik tersebut bersifat free-for-all. Berbagai hawa nafsu dan naluri manusia itu sama-sama menggeret jiwa menuju tujuan-tujuan yang berlawanan secara diametral.

Takut, rakus, cinta tahta, kikir, dengki, libido, amarah, dendam, cinta harta dan lain sebagainya akan mengacau-balaukan kehidupan psikologis manusia. Mereka mengeroyok jiwa manusia demi kepuasan masing-masing. Pada saat itu, derita, nestapa, keguncangan, keraguan dan disintegritas psikologis makin menjadi-jadi.

Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya, dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu, Allah menghendaki siksa bagi rnereka dalam kehidupan dunia dan akan rnelayang nyawa mereka, sedang mereka dalarn keadaan kafir." Q.S. At-Tauhah: 55.

Inilah keadaan disharmonis dan disintegral yang menim pa jiwa manusia, sebagaimana yang diisyaratkan hadis qudsi di atas.

Nestapa Manusia Terjadi Dalam Wilayah Hawa Nafsu

Terpecahnya kepribadian adalah salah satu derita yang dialami jiwa akibat hawa nafsu. Derita lain yang dialaminya, bersifat intrinsik pada nafsu itu sendiri. Setiap nafsu, menyiksa jiwa dengan caranya sendiri. Karenanya, jika manusia berserah diri pada salah-satu dari pelbagai hawa nafsu ini; seperti tamak, rakus, hasut dan lain sebagainya, tentu dia akan tersiksa tidak keruan.

Dalam kaitan ini, Al-Mufid dalam kitab Al-Irsyâd [6] meri wayatkan ujaran Imam Ali sebagai berikut:

"Sungguh mengherankan ihwal manusia ini!

Bila karunia harapan mendatanginya, kerakusan menghinakannya.

Bila kerakusan sudah meraja lela, obsesi membinasakannya.

Bila keputusasaan menguasainya, penyesalan akan mengganyangnya.

Bila kebahagiaan meliputinya, kelupaan akan mawasdiri mengancamnya.

Bila ketakutan mencekamnya, ketegangan membingungkannya.

Bila ketenteraman menyelimutinya, kelunglaian menjeratnya.

Bila musibah menimpanya, kegelisahan menghantuinya.

Bila rezeki mencucurinya, kekayaan merusaknya.

Bila kesulitan menyatroninya, bencana mencekiknya.

Bila kelaparan meimpanya, kepapaan merenggutnya.

Bila dia sudah terlalu kenyang, kelobaan akan menyusahkannya.

Maka, setiap kekurangan baginya membahayakan. Kelebihan yang diperolehnya membinaskan.

Kebaikan yang bersamanya membawa kejahatan. Dan kejahatan yang ada padanya membawa penderitaan .

Demikianlah, setiap nafsu menggeret manusia kepada nafsu yang lain dan akhirnya kepada kebinasaan yang menyelu ruh.

Dunia Bakal Menyiksa Orang yang Mencarinya

Hawa nafsu adalah satu sisi dari ketersiksaan manusia. Sisi lainnya ialah dunia. Dunia adalah terminal, tujuan, objek perintah dan gerak hawa nafsu.

Jika Allah telah menjadikan ketersiksaan manusia dalam mengikuti hawa nafsunya, maka ketersiksaan itu terletak pada mencari dunia. Ihwal mengikuti hawa nafsu tidak dapat dipisah kan dari ihwal memburu dunia.

Hakikat ini, perlu lebih dijelaskan, sebab ia merupakan salah satu saripati pemikiran keislaman.

Sebenarnya, di dunia tidak ada kejelekan dan siksa. Be gitu pula perkara mencari dunia. Tetapi, semua itu selama ia hanya dipakai memenuhi tuntutan gerak, pertumbuhan dan perkembangan manusia.

Islam raengajarkan bahwa dunia adalah kebaikan dan bukan kejelekan. Islam jugamelegalisasikan manusia berusaha mencari rizki di dunia.

Menurut pandangan Islam, "dunia adalah ternpat usaha para wali Allah dan tempat sujud para kekasih Alloh." [7] Karena itu, dunia bukanlah kejahatan dan siksaan bagi manusia.

Berusaha dan mencari dunia adalah suatu hal yang di syariatkan Allah SWT. Allah berfirman: "Apabila kalian telah menunaikan salat, rnaka bertebaranlah di muka bumi; dan curilah karunia Allah ..." Q.S. Al-Jumu’ah:10.

Kalau demikian, di mana letak kejelekan dan siksa ma nusia dalam dunia?

Dunia itu baik, begitu pula mencari dunia, kalau kita menjadikannya sebagai jalan menuju keridhaan Allah dan me mandang Allah melaluinya. Akan tetapi, jika arah dan tujuan manusia berubah dari mencari Ridha Allah SWT kepada dunia itu sendiri, maka dunia dibenci oleh Islam dan dianggap sebagai kejelekan dan Allah akan menjadikannya sebagai siksa bagi manusia. Dunia menjadi tercelajika berubah fungsi dalam jiwa seorang dari jembatan menuju Allah menjadi tujuan yang di cari. Jika manusia telah berbalik dari Allah SWT ke dunia, maka segala jerih payah baik yang berupa upaya dan usahanya akan menjudi sia-sia belaka. Pertumbuhan dan kesempurnaannya juga ikut berhenti. Setelah itu semua, gerak-gerik manusia di dalamnya menuju kekacauan dan kerugian.

Inilab akibat bagi manusia yang berpaling dari Allah. Tingkat kehancuran manusia bergantung pada seberapa dera jat penyimpangannya.

Penyimpangan manusia bisa mencapai titik di mana ia bergerak ke arah yang berlawanan. Pada saat itu, dia akan mengumumkan perang kepada Allah dan Rasul-Nya.

Apapun pasalnya, jika dunia berbalik dari jalan menuju Allah kepada tujuan yang dicari dan dikejar, maka dunia pasti akan berubah menjadi siksa dan azab bagi hidup manusia.

Demikianlah perbedaan antara dunia yang mencari ma nusia dan dunia yang dicari manusia.

"Dunia yang mencari manusia"

bakal membantu melapangkan jalan manusia menuju Allah, tapi "dunia yang dicari manusia”, akan menghalangi jalannya menuju Allah. Saat itu, dunia pennh dengan kepedihan dan siksaan bagi manusia.

Rasulullah SAWW bersabda: "Ketika Allah menciptakan dunia, la mernerintahnya agar taat pada Tuhannya. Allah berfirman pada dunia: berpalinglah dari orang yang membu rumu dan burulah orang yang berpaling darimu!" Dunia selalu menepati janjinya kepada Allah dan kodrat vang ditetaphan- Nya." [8]

Riwayat ini mengisyaratkan bahwa Allah SWT telah men jadikan dunia ini sebagai siksa bagi orang yang mengikutinya dan orang yang menjadikannya sebagai tujuan. Sebaliknya, Allah menjadikannyasebagai kesenangan bagi orang yang mencari Allah SWT dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuannya.

Rasulullah SAWW bersabda: "Allah telah mewahyukan de mikian kepada dunia: "Waliai dunia, layani orang yang mela yani-Ku dan ganyang orang yang menghambakan diri kepa damu." [9]

Riwayat ini, seperti riwayat sebelumnya, menggunakan simbolisme. Kedua riwayat ini sebenarnya ingin menegaskan bahwa dunia diciptakan untuk berkhidmat kepada manusia yang semata-mata bertujuan kepada Allah SWT. Namun, jika manusia menyeleweng dari tujuan Ilahi ini kepada dunia itu sendiri, maka wajib bagi dunia untuk memperbudak dan mem perhambanya. Dan, sungguh menghamba kepada dunia adalah suatu perkerjaan yang melelahkan dan menyiksa.

Rasulullah SAWW bersabda bahwa Allah SWT telah mewa hyukan kepada dunia: "Ganyanglah orang yang berkhidmat kepadamu, dan berkhidmatlah kepada orang yang menolak mu”. [10]

Imam Ali as berkata: "Barangsiapa yang berkhidmat pada dunia, maka dunia akan memperbudaknya dan barangsiapa berkhidmat pada Allah, maka Allah akan membantu nya." [11]

Kepada Musa as Allah berfirman: "Tiada seorang pun dari makhluk-Ku yang mengagungkan dunia, kemudian me rasa bahagia karenanya. Dan tiada seorangpun yang menghi nakannya kecuali dia akan memanfaatkannya." [12]

Banyak lagi riwayat yang mengandung pengertian yang sama atau serupa. Orang yang tidak mengerti bahasa agama Islam dalam menjelaskan sunnatullah di alam raya ini, tidak akan bisa mengerti kandungan nash-nash keislaman tersebut kapanpun juga.

Bentuk lain Ketersiksaan Manusia yang Mengikuti Hawa Nafsu

Pada kajian sebelumnya, saya telah jelaskan bahwa mak na "Aku porak-porandakan urusannya" adalah disosiasi, disin tegrasi dan konflik antar berbagai kubu hawa nafsu akibat mengikuti hawa nafsu dan memburu dunia.

Di sini ada bentuk ketersiksaan lain yang diperoleh ma nusia ketika menyimpang dari Allah SWT ke dunia dan hawa nafsunya. Ketersiksaan itu berupa kerakusan dan keserakahan.

Manusia yang kemauan dan orientasinya bergeser dari Allah menuju dunia, tidak akan pernah terpuaskan oleh dunia. Kerakusannya terhadap dunia tidak akan berakhir. Baik dunia meladeninya maupun membelakanginya.

Dunia Seperti Bayangan Manusia

Barangkali perumpamaan yang paling indah tentang dunia dan pada pendambanya ialah yang terdapat pada ujaran Imam Ali as:

"Dunia seumparna bayanganmu. Jika kamu berhenti, ba yanganmu pun ikut berhenti. Jika kamu mencarinya, ia akan menjauh." [13]

Ungkapan ini benar-benar menukik dalam memberikan gambaran tentang hubungan manusia dengan dunia dan se baliknya.

Semakin ngotot dan ngoyo manusia dalam mengejar du nia, tidak semakin banyak perolehannya. Karena, dunia bak bayangan seorang. Di saat orangitu mengejarnya dari belakang, bayangannya muncul di depan. Seolah-olah bayangan itu meno lak untuk dikejar. Maka, mengejar bayang-bayang hanya akan menimbulkan kelelahan dan kepenatan. Begitu pula dengan dunia.

Oleh karena itu, sebaik-baik kiat mencari dunia ialah dengan bersahaja kepadanya. Karena ngotot dalam mencari dunia tidak akan menambah perolehan seorang darinya, tapi akan menambah kepenatan dan penderitaannya belaka.

Beberapa Nash tentang Ketersiksaan Manusia

Berikut ini beberapa nash keislaman tentang ketersik saan orang yang mengikuti hawa nafsu dan menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya.

Rasulullah SAWW bersabda: "Cinta dunia akan membawa tiga dampak:

1. Kesibukan yang tidak akan pernah berakhir.

2. Kefakiran yang tidak akan pernah tercukupi.

3. Angan-angan yang tidak akan pernah tercapai." [14]

Kefakiran di sini bukan bersifat kuantitatif. Sebab, ka dang seorang disebut fakir padahal dia memiliki harta yang banyak. Kefakiran di sini bermakna kerakusan terhadap harta benda. Di lain pihak, ada seorang yang kaya, padahal dia tidak memiliki dunia kecuali sedikit saja.

Rasulullah SAWW bersabda: "Barangsiapa yang di pagi hari pikirannya sudah disibukkan oleh dunia, maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari Allah dan hatinya akan tertimpa empat perkara: Pertama, kesumpekan yang terus-me nerus; kedua, kesibukan yang tidak beres-beres; ketiga, kefa kiran yang tidak pernah tercukupi; keempat, angan-angan yang tidak akan kesampaian selamanya." [15]

Imam Ali as menegaskan: "Barangsiapa yang hatinya dipenuhi cinta dunia, maka dia akan selalu terliputi oleh tiga perkara:

1. Kesumpekan yang tidak berarti.

2. Sakit yang tidak pernah sembuh.

3. Harapan yang tidak akan tercapai." [16]

Imam Ali as berkata: "Siapa yang menjadikan dunia sebagai puncak harapannya, maka dia akan menelan keseng saraan dan kegelisahan yang berkepanjangan." [17]

Imam Ali as bertutur: "Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, rnaka dia akan mengalami penang gungan yang luar biasa saat berpisah dengannya." [18]

Imam Ali as berucap: "Menangis hati mereka yang ber senang-senang dengan dunia, meskipun (di saat) gembira. Dan bertambah kebencian rnereka atas diri mereka, meski orang lain ingin seperti mereka karena sekelumit rizki yang mereka pe roleh." [19]

Imam Ash-Shadiq as berkata: "Hati seorang yang tergant ung pada dunia, akan digantungi tiga hal:

1. Kesumpekan yang tidak mempunyai arti.

2. Angan-angan yang tidak akan tercapai.

3. Harapan yang tidak akan bisa didapat." [20]

Inilah sebagian siksa bagi mereka yang mengikuti hawa nafsu di dunia sebelum di akhirat nanti. Sebagian yang lain, seperti ketakutan dan kegelisahan yang dialami orang-orang berharta dan bertahta di lingkarannya sendiri atau di luarnya.

Keterceraiberaian Urusannya di Akhirat

Kita kembali pada kajian "keterceraiberaian manusia". Namun, kali ini terjadi di akhirat.

Mula-mula keterceraiberaian manusia yang mengikuti hawa nafsunya terjadi di antara mereka sendiri. Waktu di dunia jasad-jasad mereka tampak berkumpul, tapi jiwa dan nafsu mereka selalu bertikai. Nah, di akhirat nanti Allah akan me nampakkan pertikaian yang mereka sembunyikan sekarang ini.

Allah SWT berfirman: "Setiap suatu umat yang masuk (ke neraka), akan mengutuk kawannya." Q.S. Al-A'râf:38.

Gambaran lain pertikaian yang nanti akan terjadi ialah marahnya manusia atas kulit, tangan dan kakinya sendiri ke tika semuanya itu memberi kesaksian atas pelbagai perbuatan keji yang dilakukannya di dunia. Pada hakikatnya, dia ingin menyembunyikan semua itu dari Allah. Namun, kaki, tangan dan kulitnya sendirilah yang membeberkan.

Allah berfirman: "Dan mereka berkata pada kullt mereka mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami? Kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai ber kata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata. Q.S. Al- Fushshilat:21.

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa orang yang bermaksiat dan mengikuti keinginannya di dunia, akan saling berlepas diri dan saling mengutuk di akhirat. Inilah gambaran yang selaras dengan apa yang telah dialami seorang yang me ngikuti hawa nafsunya di dunia.

Rasulullah SAWW bersabda: "Hentikan gangguanmu pada dirimu sendiri dan jangan mengikuti hawa nafsumu untuk bermaksiat kepada Allah. Karena, ia akan rnenghujatrnu di kemudian hari nanti. Sampai-sampai yang satu mempersalahkan yang lain dan mgin berlepas tangan, kecuali jika Allah berkehendak mengampuni dan menutupi dengan rahmat-Nya." [21]

II. Aku Kaburkan Dunianya

Bentuk Dhahir dan Batin Dunia

Siksa kedua yang bakal dialami orang yang mengikuti hawa nafsu ialah pengaburan dunia. Artinya, menampilkan dunia dalam fenomena yang menggiurkan. Bentuk lahir atau fenomena dunia inilah yang merupakan sumber tipuan dunia dan keterperdayaan manusia. Dengan kata lain, yang menggi urkan adalah permukaan dunia. Dan permukaannya itu mudah lenyap dan hilang. Adapun inti dan batin dunia ialah sumber pelajaran ('ibrah), kejagaan (yaqzhah) dan kezuhudan.

Para ahli bashîrah yang terik, akan bisa "membakar" kulit luar dunia yang mudah lenyap itu. Mereka bisa menembus batin dan inti dunia yang membuat mereka zuhud, jaga-siaga dan mengambil pelajaran darinya.

Sedangkan mereka yang menyia-nyiakan anugrah bashî rah dari Allah ini, hanya akan bisa melihat dunia secara lahir dan superfisial. Sebagai konsekuensinya, hati mereka akan tertambat, tersungkur dan terperdaya olehnya.

Singkat kata, dunia memiliki bentuk lahir dan batin. Sedangkan pandangan manusia terhadapnya terbagi menjadi dua kategori:

1. Orang yang bashîrahnya tidak bisa menembus lebih dari apa yang tampak dari kehidupan duniawi. Tentang mereka, Allah herfirman: "Mereka hunya mengetahul yang lahir (saja) dari kehulupan dunia; sedangkan rnereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai". Q.S. Ar-Rûm ayat 7.

2. Orang yang bashîrahnya bisa menerawang dunia sam pai ke yang batinnya.

Jika Allah murka pada seseorang, maka Dia akan men cabut bashîrahnya, dan kaburlah baginya yang lahir dan yang batin; kulit dan inti. Pada saat itu, fenomena dunia akan me nipu dan memperdayainya dan tampak padanya hanya sebagai hiasan yang menggiurkan. Alquran menjelaskan: "Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir.... Q.S. Al-Baqarah:212

Pada pembahasan selanjutnya, saya akan mengurai dua sisi kehidupan dunia: yaitu sisi batin dan sisi lahir.

Sisi Batin Dunia

Seperti yang telah saya sebutkan bahwa sisi ini tidak akan terlihat kecuali oleh orang-orang yang memiliki bashîrah. Sisi batin ini merupakan sumber kesadaran dan ‘ibrah, bukan sum ber penipuan. Alquran menyifati sisi ini dari dunia dengan cermat sekali.

Berikut ini saya sehutkan sebagian sifat batin dunia me nurut Alquran:

1. Dunia merupakan matâ’ (kesenangan sementara)

Allah berfirman: "Padahal kehidupan dunia itu (diban ding dengan) kehidupan akhirat hanya kesenangan (yang sedikit)". Q.S. Ar-Ra'd 26.

Matâ' yang digunakan ayat tersebut herarti kelezatan sementara yang dibandingkan dengan kelezatan dan keindahan akhirat yang abadi.

Allah SWT berfirman: "Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanya lah sedikit". Q.S. At-Taubah:38.

2. Dunia adalah 'Aradh (harta benda)

Allah SWT berfirman: "Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)” Q.S. Al-Anfâl:67.

Dan firman Allah SWT :"... (lalu kamu membunuhnya) dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak". Q.S. An-Nisâ':94.

Dan firman Allah SWT : "... yang niengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata Kami akan beri ampun... " Q.S. Al-A'râf:169.

‘Aradh (harta benda) adalah hal-ihwal yang cepat sirna. Kelezatan duniawi pun demikian. la tidak akan bersifat ahadi bagi siapapun juga. Meski hegitu, ia sangat menipu dan me ngelabui manusia.

Dunia mempunyai dua kondisi. Kondisi yang bisa men jadikan manusia zuhud kepadanya. Kondisi yang mengelabui manusia kepadanya.

Adapun kondisi yang bisa membuat manusia zuhud pada nya ialah sifatnya yang seperti 'aradli (harta benda); mudah sirna dan hilang. Sedang kondisi yang menipu dan menjadikan nuinusia .sangat mencintainya, ialah sifatnya yang gampang diperoleh dan cepat didapat ('ajilah).

Manusia sangat suka pada segala yang cepat didapat. Manusia lebih mendahulukan kesenangan yang cepat dirasa daripada yang abadi tapi masih mesti menunggu.

Allah SWT berfirman:" Kalau yang kamu serukan kepada mcreka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan tidak berapa jauh pasti mereka mengikutinya" Q.S. At-Taubah: 42.

Watak dasar manusia itu tergesa-gesa ('ajul). Ketergesa- gesaan mereka dalam memetik buah yang dekat dan harta benda yang gampang menjadikan mereka gagal menggapai ke lezatan abadi di surga.

3. Dunia adalah Tempat Penipuan

Allah SWT berfirman: "Maka janganlah sekali-kali ke hidupan dunia memperdayakan kamu dan jangan (pula) pe nipu (setan) memperdayakan karnu dalam (mentaati) Allah". Q.S. Luqman:33.

Al-Gharûr ialah semua yang menipu manusia, dari harta, status, kekuasaan dan hasrat. Begitulah dengan dunia. Dunia menipu, melalaikan dan menyibukkan manusia. Namun, ia sendiri akan meninggalkan manusia secara tiba-tiba.

4. Dunia adalah Kesenangan yang Memperdayakan

Dunia mempunyai dua arti, al-matâ' dan al-gharûr yang kadang digunakan secara terpisah dan kadang secara bersa maan.

Allah SWT berfirman: "Kehidupan dunia itu tidak lebih hanyalah kesenangan yang memperdayakan". Q.S. Âlu ‘Imrân: 185 dan Al-Hadîd:20.

Sumber tipu-daya itu ialah kesenangan temporal yang segera lenyap ini; dunia.


[1] Dikeluarkan oleh Ibnu Fahd Al-Hilly dalam kitah 'Uddatud Dâ'î:79; Al-Kulayni dalam kitah Ushûlul Kâfî, 2:235; Al-Majlisi dalam kitah Al-Bihâr, 70:78 dan 70:85-86.

[2] Diriwavatkan dari Thabari dalam Kitab Al-Jâmi' Al-Kahîr.

[3] Nahjul Balâghah :36.

[4] Shiffin , karya Nash bin Muzhâhir, 319-320.

[5] Shiffîn , karya Nash bin Muzhâhir, 319-320.

[6] Irsyâdul Mufid :159.

[7] Nahjul Balâghah, hikmah 131.

[8] Bihârul Anwâr, 70:315.

[9] Bihârul Anwâr, 78:203.

[10] Bihârul Anwâr, 73:121.

[11] Ghurarul Hikam, karya Al-Âmudî, 2:237.

[12] Bihârul Anwâr, 73:121.

[13] Ghurarul Hikam, karya Al-Âmudî, 2:284.

[14] Bihârul Anwâr, 77:188.

[15] Mîzânul Hikmah, 3:319.

[16] Syarh Nahjul Balâghah, karya Ibnu Abil Hadid, 19:52; Bihârul Anwâr, 73:130.

[17] Bihârul Anwâr, 73:81.

[18] Bihârul Anwâr, 73:181.

[19] Bihârul Anwâr, 78:21.

[20] Bihârul Anwâr, 73:24.

[21] Al-Mahajjah Al-Baidhâ`, karya Al-Faidh Al-Kâsyânî, 5:111.

Seputar Ayat 26-27 Ar-Rahman

Seputar Ayat 26 – 27 Ar-Rahman

Dalam penafsiran ayat 26 surah ar-Rahman “kullu man ‘alaiha fan” darimana dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan “man ‘alaiha” adalah manusia dan jin. Atau bagaimana kita ketahui bahwa jin-jin itu hidup di muka bumi? Atau seluruh manusia lainnya tidak hidup di planet lain? Di tempat lain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “fan” bukanlah kebinasaan mutlak, melainkan sejenis perubahan dan pergantian di alam. Dengan perantara indikasi apa makna ini dipahami demikian?

1. Terjemahan ayat 26-27 surah al-Rahman (55) adalah: “Semua yang ada (pemilik akal dan intelegen) di bumi itu akan binasa. Dan hanya Dzat Tuhan-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.”

2. Dari keseluruhan ayat surah al-Rahman dan sebagian riwayat adalah jelas bahwa Allah Swt adalah Maharahman dan Maharahim, berada pada tataran menghitung segala nikmat yang Dia anugerahkan kepada para pemilik akal dan intelegen.

3. Redaksi “tsaqalan” pada ayat 31 surah al-Rahman dan penggunaan lafaz “man” sebagai ganti “ma” pada ayat 26 dalam surah yang sama, di samping ayat-ayat lainnya khususnya ayat “fabiayyi alaai rabbikuma tukadziban” dan ayat-ayat 14, 15, 33 dan 34 dan sebagainya adalah penentu maksud dan lawan bicara ayat-ayat ini, khususnya ayat “kullu man ‘alaihi…”; karena dalam al-Qur’an tsaqalan bermakna manusia dan jin. Dan “man” digunakan untuk pemilik akal dan pikiran.

4. Terdapat sebuah riwayat yang dinukil dari Jabir bin Abdillah dari Rasulullah Saw yang menegaskan secara eksplisit bahwa yang menjadi obyek bicara di sini adalah manusia dan jin. Rasulullah Saw bersabda kepada umat: Tatkala (kalian) membaca ayat “fabi ayyi ala Rabbikuma tukadziban,” maka para jin lebih baik menjawabnya ketimbang kalian.

5. Khususnya terkait dengan kehidupan jin di muka bumi terdapat banyak bukti dan dalil atas hal ini; seperti pelbagai penyaksian dan hubungan langsung sebagian orang, penaklukan dan penggunaan jin di bumi oleh Nabi Sulaiman As dan sebagainya. Demikian juga banyak riwayat yang menyebutkan ihwal tempat tinggal mereka pada daerah atau tempat-tempat yang kurang penduduk (manusia), pendeknya jin dan manusia merupakan makhluk bumi. Namun terkait dengan ayat yang menjadi obyek pembahasan, menunjukkan tentang ada-tiadanya pembatasan kehidupan manusia dan jin di muka bumi atau eksisten-eksisten lainnya pada planet atau langit-langit memerlukan pembahasan yang berbeda.

6. Terdapat banyak pendapat yang dilontarkan dalam menafsirkan maksud ayat ini dimana dengan membeberkan sebagian dari penafsiran itu sangat bermanfaat untuk menjawab pertanyaan ini.

7. Musnah dan binasanya secara mutlak seluruh eksisten di alam kontingen (imkan), atau kematian alam materi dan benda, atau terputusnya atau tuntasnya kehidupan dunia dan terhapusnya efek dan hukum-hukum dunia, atau binasanya secara esensial seluruh eksisten adalah pandangan-pandangan yang telah mengemuka dalam masalah ini. Kendati sesuai dengan dalil-dalil rasional (aqli) dan referensial (naqli), kematian dan kebinasaan mutlak seluruh eksisten, khususnya eksisten-eksisten non-material, merupakan sebuah perkara mustahil terjadi kebinasaan pada mereka.

8. Arti dan makna fana (binasa, berubah, hancur, punah, menyusut, lebur, dan berubahnya bentuk dan tidak lagi dapat dimanfaatkan dan sebagainya) serta dengan merujuk pada ayat-ayat dan riwayat-riwayat, syuhud irfani, argumen-argumen rasional, semuanya merupakan dalil dan petunjuk terhadap perubahan, pembaruan (tajaddud) dan non-materialisasi (tajarrud), proses menjadi baru dan sebagainya dimana setiap detik terjadi kebinasaan dan produksi, tercipta sebuah gerakan dan kemajuan, awal dan akhir, terbit dan tenggelam dan sebagainya.

9. Fana dan binasanya segala sesuatu dan punahnya alam kontingen tidak akan terjadi kecuali dengan wujud, emanasi, kebaikan Dzat Nir-Batas, dan pengejewantahan nama “mufni, mumit, munsyi, muhyi”.

10. Ayat-ayat “yas’alu man fissamawat…kullu yaumin huwa fii sya’n” yang termaktub pada surah al-Rahman (55):, dan ayat-ayat lainnya seperti “bal hum fii lubsin min khalqin jadid” dan “tara al-jabal tahsibuha jamidatun wa hiya tamarmar al-sahab..dan lain sebagainya merupakan bukti-bukti dan penyokong kesimpulan yang disebutkan dalam pertanyaan.

Jawaban Detail:

Dalam menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita harus membahas terjemahan ayat-ayat 25 dan 26 surah al-Rahman dan kemudian kita akan membagi jawaban menjadi tiga bagian:

Bagian pertama, dalam bagian ini akan disodorkan bukti-bukti dan dalil-dalil yang menjelaskan arti dan maksud ayat “man ‘alaiha”, dan juga matlab-matlab terkait kehidupan jin di muka bumi.

Bagian kedua, pada bagian ini akan dijelaskan makna leksikal fana dan sebagian penafsiran dan pandangan terkait dengan ayat 26 surah al-Rahman.

Bagian ketiga, pada bagian ini, akan dikemukakan pelbagai indikasi dan bukti yang berkaitan dengan tafsir dan kesimpulan dari pertanyaan yang tersebut (pembuktian adanya pembaruan dan pergantian alam).

Allah Swt pada ayat 25-26 surah al-Rahman berfirman: “Kullu man ‘alaiah fan, wa yabqi wajhu rabbika dzuljalalil wal ikram” (Semua yang ada [pemilik akal dan intelegen yang menghuni bumi] itu akan binasa. Dan hanya wajah Tuhan-mu yang mempunyai kebesaran (jalal) dan kemuliaan (jamal) tetap kekal.” [1]

Artinya setiap mahkluk yang memiliki akal dan intelegensia yang terdapat di bumi akan binasa, sirna, hancur dan sebagainya. Meski dalam ayat ini secara eksplisit tidak menyebutkan redaksi bumi. Namun dari konteks ayat-ayat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kata ganti pada “alaiha” kembali ke bumi dan hal ini sejalan dengan keseluruhan ayat-ayat yang berada pada tataran penjelasan dan menghitung segala nikmat Tuhan yang dianugerahkan kepada pemilik akal dan intelegensia.[2]

Bagian pertama: maksud ayat “man ‘alaiha”

Terdapat pandangan yang beragam dari para mufassir Qur’an terkait dengan pembahasan bahwa siapa yang hidup di bumi dan siapakah orang-orang yang memiliki akal dan intelegensia. Namun dari keseluruhan ayat-ayat surah al-Rahman khususnya ayat “fabiayyi alai rabbikuma tukadziban” (Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan, [wahai bangsa jin dan manusia]?) dan ayat-ayat 14 dan 15 yang menyatakan: “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” Dan juga pada ayat 31: “Kami akan segera memperhitungkan kamu semua, hai manusia dan jin.” Dimana dalam ayat ini disebutkan redaksi tsaqalan (dua kelompok yang berat)yang dalam bahasa al-Qur’an, tsaqalan itu dilekatkan pada manusia dan jin.[3] Dan demikian seterusnya ayat-ayat 33, 35 dan sebagainya dengan jelas dapat disimpulkan bahwa Tuhan yang Mahapemurah dan Pengasih, bercengkerama dengan manusia dan jin dan berada pada tataran mengingatkan segala nikmat yang dianugerahkan kepada mereka. Atas alasan ini, Dia berfirman: “Kullu man ‘alaihah” tidak dengan redaksi “Kullu maa alaihah” karena nomina “man” merupakan penjelas pemilik akal dan intelgensia dan redaksi “maa” tidak dapat memikul pesan berat ini.

Di samping itu, sebuah riwayat yang dinukil oleh Jabir bin Abdillah dari Rasululllah Saw ihwal surah al-Rahman, menegaskan bahwa obyek bicara surah al-Rahman, khususnya ayat “fabi ayyi alai Rabbikum tukadziban” adalah manusia dan jin.[4]

Dengan demikian, mayoritas mufassir menegaskan bahwa maksud “man alaiha” pada ayat terkait adalah manusia dan jin.[5] Adapun berdasarkan atas dalil dan bukti apa jin hidup di muka bumi, terdapat banyak ucapan dan dasar, namun sebagai contoh beberapa di antaranya akan kami sebutkan di sini:

1. Penyaksian dan hubungan langsung banyak orang dengan jin.

2. Penaklukan jin oleh Nabi Sulaiman “Dan bala tentara Sulaiman yang berasal dari bangsa jin, manusia, dan burung berkumpul di hadapannya; alangkah banyaknya sehingga mereka harus menunggu supaya seluruh tentara itu terhimpun.” (Qs. Naml [27:]17), atau persembahan tahta Balqis ke hadapan Nabi Sulaiman “Sulaiman berkata, “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?” . ‘Ifrit dari golongan jin berkata, “Aku akan mendatangkan singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.”(Qs. Naml [28]:38-39), bekerjanya sebagian jin di hadapannya, “Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhan-nya.” (Saba [34]:12), dan setan berasal dari golongan jin.[6] Mendengarkan firman Ilahi “Katakanlah (hai Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur’an), lalu mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan.” (Qs. Al-Jin [72]:1); “Dan (ingatlah) ketika Kami kirimkan serombongan jin kepadamu untuk mendengarkan Al-Qur’an. Tatkala mereka telah hadir semua, mereka berkata, “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaum mereka (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (Qs. Al-Ahqaf [46]:29-30)

3. Adanya banyak riwayat dan jelas yang menetapkan bahwa kehidupan jin di muka bumi, pada wilayah yang kurang komunitas (manusia) dan jin (dalam riwayat tersebut) dipandang sebagai penduduk bumi.

Di antaranya: riwayat yang panjang yang dinukil dari Imam Baqir As dari Amirulmukminin As terkait makhluk-makhluk yang hidup di bumi sebelum Nabi Adam As,[7] yang secara tegas memandang bahwa jin dan nisnas (sebangsa kera) merupakan penduduk bumi.[8]

Dan riwayat-riwayat yang lain yang secara tegas dan jelas menyatakan bahwa tempat tinggal jin pada wilayah khusus dimana kami disini tidak akan menyebutkan riwayat-riwayat tersebut. Karena itu kami mempersilahkan bagi Anda yang tertarik untuk merujuk kepada kitab-kitab terkait masalah jin.[9]

Kiranya perlu disebutkan di sini bahwa tidak terdapat ayat yang menafikan atau menetapkan tentang adanya kehidupan manusia atau maujud-maujud lainnya di planet lain;[10] Kendati kebinasaan dan kehancuran, akan dialami oleh seluruh eksisten dan maujud di alam kontingen (dunia).

Bagian kedua: Makna ayat

“Fana” secara leksikal disebutkan dalam beragam makna, di antaranya: sirna, tiada, punah, hancur, tuntas, terputus, akhir, kematian, lebur, berlalu, berubah, berada dalam bentuk yang lain, keluarnya sesuatu dari sifatnya yang tidak dapat lagi digunakan dan sebagainya.[11]

Dalam kitab-kitab tafsir disebutkan penafsiran yang beragam terkait dengan maksud ayat “kulla man alaihi fan” dimana untuk membahas dan mengkritisi beberapa pandangan tersebut memerlukan waktu dan ruang yang lain. Namun untuk menjawab bagian terakhir dari pertanyaan yang diajukan kami akan menyampaikan beberapa dari penafsiran tersebut.

A. Ayat yang menyampaikan tentang punah dan binasanya secara mutlak seluruh eksisten (yang hidup atau yang mati) khususnya manusia dan jin, baik yang berada di muka bumi atau yang berada di planet lain demikian juga di tujuh petala langit. Dimana hal ini tidak menunjukkan adanya pembatasan kehidupan di planet bumi. Terdapat banyak bukti Qur’ani dan riwayat terkait masalah ini. Seperti ayat-ayat, ““Setiap jiwa akan merasakan kematian.”[12] “Dia-lah Yang Maha Awal dan Yang Maha Akhir”,[13] “Segala sesuatu di muka bumi (kini dan akan datang) akan binasa,”[14] “Dan Dia-lah yang memulai penciptaan, kemudian mengembalikannya,”[15] “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengembalikannya.”[16]

Dan riwayat-riwayat seperti: Dinukil dari Ali As: “Sesungguhnya beliau ditanya tentang mayit yang rusak jasadnya? Beliau bersabda: Iya, sehingga tidak tersisa daging dan tulang kecuali lempung yang darinya ia diciptakan. Sesungguhnya lempung ini tidak akan rusak melainkan tetap dalam liang kubur.”

Marhum Thabarsi dalam Ihtijâjâj meriwayatkan sebuah pertanyaan yang diajukan oleh seorang zindik kepada Imam Shadiq: “Imam dalam menjawab pertanyaan Zindiq yang bertanya: Apakah ruh setelah keluarnya dari jasad akan binasa atau akan kekal, beliau bersabda: “Melainkan ruh akan tetap kekal hingga hari di tiupnya sangkakala kiamat setelah itu akan batil dan binasa.”[17]

Imam Ali As bersabda: “Dia akan menghancurkan bumi setelah keberadaannya sehingga semua yang berada di atasnya akan menjadi tak-ada. Tetapi lenyapnya dunia setelah penciptaannya tidaklah lebih aneh dari pembentukan dan pengadaannya yang pertama.”[18]

B. Yang dimaksud fana pada ayat terkait (dan kebinasaan pada ayat 88 surah Qashash yang menyebutkan: “Segala sesuatunya binasa kecuali wajah Tuhan.” Kematian (badan) dan keluar dari kegunaannya.[19] Kendati ayat-ayat ini tidak termasuk ruh-ruh dan wujud-wujud non-material, kalau pun termasuk, maka mereka tidak termasuk dalam hukum ini (fana dan mati); karena terdapat dalil-dalil rasional dan referensial yang menjelaskan tentang kekalnya ruh-ruh dan segala sesuatu di sisi Tuhan.[20] Di samping itu, “maujud” (eksisten, ada) sekali-kali tidak akan pernah “ma’dum” (non-eksisten, tiada) yang telah ditetapkan oleh argumen-argumen filosofis.

C. Ayat yang menjelaskan terputus, tuntasnya kehidupan dunia dan terangkatnya efek dan hukum dimana dengan fana dan binasanya penghuninya pemilik intelegensia adalah akibat dari kefanaan ini. Demikian juga, tenggelamnya mentari duniawi dan terbitnya fajar ukhrawi dan berpindahnya dunia menuju akhirat. Redaksi “fana” secara lahir menandaskan hari esok, artinya akhir usia dunia dan apa yang ada di dalamnya dan akan muncul di hari esok.[21]

Dengan demikian, hakikat fana ini adalah perpindahan dari dunia kepada akhirat dan kembali kepada Tuhan, sebagaimana pada kebanyakan ayat ditafsirkan demikian.[22]

D. Pada ayat terkait, “fana” digunakan dalam bentuk derivatif (musytaq) “fanin” dan tidak bermakna sesuatu yang akan binasa di kemudian hari. Karena pasti penyebutan lafaz derivat (musytaq) “fanin” atas segala eksisten yang nantinya akan binasa adalah penyebutan majazi (figuratif). Dan yang menjadi perbedaan dan obrolan para ilmuan ilmu Ushul, khususnya penggunaan derivat (musytaq) pada hal-hal yang dimasa lalu tertutupi dengan satu sifat dan permulaan dan kini sifat tersebut terlepas darinya, misalnya seseorang pada masa lalu adalah seorang dokter dan kini ia telah melupakan seluruh ilmunya dan tidak lagi mengambil manfaat dari ilmu kedokteran. Apakah orang seperti ini secara hakiki dapat disebut sebagai dokter? Namun kepada orang yang di suatu hari menjadi dokter, sudah barang tentu, penyebutan dokter kepada merupakan penyebutan figuratif dan tidak hakiki.[23]

Atas alasan ini, makna hakiki ayat, akan sejalan dengan makna ayat “kullu syain halik illa wajha” (Qs. Al-Qashash [28]:88) Artinya adalah “segala sesuatu di muka bumi (kini dan akan datang) akan binasa, hancur dan sirna.

Dengan kata lain, segala eksisten yang ada di bumi yang memiliki intelegensia dan akal seperti wujud kontingen (mumkin al-wujud) dan membutuhkan Sang Pencipta dan Sang Penganugerah wujud, secara esensial, akan binasa, sirna dan kematian serta kefanaan akan meliputi wujud mereka.[24] Kebutuhan dan kefakiran ini tidak akan pernah terlepas dari wujudnya. Dari angle ini, Mahmud Syabistari dengan mengambil inspirasi dari hadis “al-faqru sawad al-wujud fii al-darrain”[25] menggubah sebuah syair:

Legamnya wajah imkan (manusia) di dua alam

Tidak akan berpisah selamanya waLllahu a’lam[26]

Namun kebinasaan dan kepunahan seperti ini, tidak terkhusus pada segala eksisten dengan intelegensia bumi (manusia dan jin) dan segala sesuatu selain wajah Tuhan pemilik keagungan (jalal) dan kemuliaan (jamal) serta wali-wali khususnya.

Sebagaimana pada banyak ayat mengabarkan tentang fana dan kebinasaan ini: “Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya” (Qs. Al-Qashash [28]:88) Atau “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah.” (Qs. Al-Zumar [39]:68)

Lantaran engkau tidak fana di sisi-Ku

Datanglah keutamaan (harta, ilmu) yang membuatmu binasa

Segala sesuatunya binasa kecuali wajah-Nya

Lantaran tidak ada ketiadaan pada wajah-Nya janganlah cari keberadaan

Sesiapa yang berada di hadapan Kami akan fana

Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya[27]

Kiranya penting menyebutkan poin ini bahwa pelbagai penafsiran dan kesimpulan yang beragam lainnya dengan pendekatan yang beraneka macam tentang ayat terkait dimana di sini kami tidak akan menyebutkannya mengingat terbatasnya ruang dan waktu.[28]

Bagian ketiga: dalil-dalil dan bukti-bukti

Dengan memperhatikan beberapa matlab sebelumnya dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan fana bukanlah fana mutlak dan ayat al-Qur’an menjelaskan ihwal awal dan akhir gerakan dan arah kesempurnaan seluruh eksistensi, khususnya manusia. Ayat di atas berada pada tataran menjelaskan kefanaan seluruh eksistensi terkait identitas partikularnya dan keluarnya serta mudiknya seluruh eksistensi kepada Tuhan. Kembalinya seluruh cabang kepada akar dan terbitnya mentari semesta keabadian dari tenggelamnya surya kefanaan menuju fajar keabadian, kenaikan derajat tingkatan alam materi menuju alam non-material.

Arah dan gerakan, kelahiran dan kemekaran, terbit dan sampainya, ketersingkapan dan intensifikasi, ekspresi lahir dan penampakan, kesempurnaan, kemenanjakan dan pengejewantahan hak, tidak akan dapat terwujud kecuali dengan melenyapkan segala keterkaitan dan leburnya pelbagai batasan dan ikatan, kebutuhan kecacatan terhadap kesempurnaan, kembalinya kepada fitrah asli, terlepas serta hancur dan binasanya alam materi dan sirnanya segala sesuatu di atasnya (kullu man ‘alaiha fan)[29]

Menyaksikan perhatian yang rendah (safil) kepada yang tinggi (ali), kembalinya cabang kepada akar, mudiknya bentuk kepada hakikat dan akibat kepada sebab bagi orang yang hatinya tercahayai dengan keyakinan bukan merupakan pekerjaan sulit. Mencerap perubahan dan pergantian bagian-bagian alam tidaklah pelik baginya. Mereka memahami makna “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. (Qs. Al-Zumar [30]:68) dengan mudah.[30]

Kita dan setiap desah nafas menjadi baru di dunia

Tiada berita tentang barunya pada yang abadi

Usia sebagaimana pusaran air akan menjadi baru

Hal ini juga berlanjut demikian pada jasad[31]

Sampainya jiwa kepada tabiat dan bentuk aslinya serta perpindahan alam dunia kepada alam akhirat dan tertarik kepada Allah Swt lalu merangsek pada alam arwah, menghindar dari ruang pelbagai kegelapan, tirai-tirai jasmani, berada pada haribaan Tuhan dan memperoleh kedudukan “inddiyya” (di sisi-Nya), dan terlepasnya dari tawanan, terbebasnya dari penjara dan masuknya pada dunia cahaya, adalah pergantian dan perubahan esensial (gerakan substansial secara esensial) dimana Allah Swt, memberikan ganjaran kepada para hamba-Nya dan meletakkan setingkat dari ganjaran tersebut juga pada institusi lainnya eksisten tabiat.

Tingkat materi dan gerakan, makam huduts dan kematian, akan mengalami kepunahan dan kebinasaan, pembaruan dan penuaan, karena itu Allah Swt berfirman: “Semua yang ada (pemilik akal dan intelegen) di bumi itu akan binasa. Dan hanya Dzat Tuhan-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” Wajah-Nya yang merupakan cahaya dan kesucian murni, dawam, ajeg, jalâl, jamâl dan sebagainya, tetap kekal dan tidak akan pernah binasa.

Kendati rajutan hubungan dengan-Nya adalah keabadian dalam keabadian

Namun awalnya adalah kefanaan dalam kefanaan[32]

Atas sebab ini fana disebut sebagai “tawallud” (kelahiran) dan kelahiran dengan kematian dan kefanaan yang terwujudkan pada tingkatan sebelumnya. Dan apabila seseorang tidak mencicipi madu ini, maka seharusnya jiwa didedikasikan kepada ucapan para nabi dan wali Allah dan membenarkan ucapan mereka. Meski ia adalah seorang penyingkap al-Qur’an, penyaksi mentari irfan dan peneliti dengan burhan.

“Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengembalikannya.” (Qs. Al-Anbiya [21]:104) dan “Apakah Kami telah letih dengan penciptaan yang pertama (sehingga Kami sudah tidak mampu lagi untuk menciptakan hari kebangkitan)? Sebenarnya mereka berada dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.” (Qs. Qaf [50]:15) dan “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan seperti jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat tiap-tiap sesuatu dengan kokoh.” (Qs. Naml [27]:88) dan Tuhan merupakan tujuan seluruh gerakan dan perubahan ini (terlepasnya)[33] satu tingkatan untuk mendapatkan tingkatan yang lebih tinggi.[34]

Aku mati dari mineral dan menjadi tumbuhan

Aku mati dari tumbuhan kemudian menjadi hewan

Aku mati dari hewan kemudian menjadi manusia

Lalu mengapa aku takut apabila aku mati beringsut

Aku berlalu sebagai manusia

Membawa empat sayap dan bulu bak malaikat

Setelah itu, berkoar lebih tinggi dari malaikat

Mengapa engkau tidak dapat membayangkan

Aku akan menjadi seperti itu

Aku berkata Inna liLlahi rajiun.[35]

Dengan kata lain, permulaan manusia dan bahan material asli kemanusiaannya pada pelbagai tingkatan penciptaan, berasal dari mineral kemudian tumbuhan. Apabila gerakannya ini berhenti pada tingkatan tumbuhan maka ia tidak akan mencapai kesempurnaan tumbuhan demikian juga apabila ia tidak berhenti pada tingkatan tumbuhan maka ia akan mencapai tingkatan hewan dan tidak berhenti pada tingkatan hewan maka ia akan mencapai tingkatan manusia.

Pada diri manusia juga terdapat kedudukan dan makam yang tak-terbilang. Dan ketika manusia tidak berhenti pada setiap tingkatan maka ia akan memperoleh makam dan kedudukan yang lebih tinggi. Menjauh dari segala kekurangannya dan melangkah menuju puncak kesempurnaan. Dan kematian pada tingkatan kekurangan tidak akan berkurang malah semakin bertambah.

Maksudnya adalah bahwa apabila setiap cela dan keterbatasan tidak sirna maka ia tidak akan sampai pada tingkat kesempurnaan. Lantaran apabila ia memiliki kelayakan untuk menerima, yaitu kelayakan lengkap, maka ia akan menjelma sebagai pemberi kesempurnaan dan pengeluar nafs dari titik potensial kepada titik aktual. Pada kepelakuan lengkap (fâ’iliyyat tam), sikap bakhil dan menahan tidak lagi tersisa pada poin ini.

Apapun yang ditunjukkan kepadamu di dunia ini

Jika hatimu tidak berlabuh padanya segalanya menjadi milikmu

Pelbagai bijian dan nutfah apabila tidak mati pada batasannya, ia tidak akan sampai pada titik aktual. Dan apabila keduanya tidak melakukan perjalanan, keduanya tidak akan matang.

Banyaklah melakukan perjalanan wahai belia

Hingga engkau meraup kematangan.[36]

Baik perjalanan bentuknya yang merupakan kesempurnaan jasmani. Begitu pun perjalanan maknawinya yang merupakan kesempurnaan ruh.

Raga tidak terlepas dari ruh karena ia bagian darinya

Jiwa tidak terlepas dari raga karena keseluruhan adalah bagian darinya[37]

Dengan demikian terbitnya fajar ruh-ruh non-material universal dan mentari ruh-ruh terikat pada badan-badan particular. Yang terbenam pada tepi barat alam materi dan beralih perhatiannya kepada Tuhan timur dan barat. Pelbagai entifikasi dan dunia benda dan materi akan sirna.

Entifikasi harus lebih tinggi dari keberadaan

Tidak tinggal pada dunia atas dan bawah

Ajal laksana galaksi akan berakhir

Seluruh keberadaan berujung kepada ketiadaan[38]

Karena itu perhatian fitri dan naluri terhadap kesempurnaan mutlak dan perjalanan serta kenaikan seluruh eksisten ke arah sumber (mabda) sesuai dengan hukum “Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia berada dalam kesibukan.” (Qs. Al-Rahman [55]:29) dan “(Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” (Qs. Syurah [42]:53) yang berdasarkan sistem Rabbani, nampak terang bagi orang-orang yang mengenal ayat-ayat Ilahi dan nash-nash agama. Dan barangsiapa yang benderang hatinya dengan cahaya keyakinan maka ia akan menyaksikan perubahan dan pergantian yang terjadi di alam semesta. Sebagaimana Tuhan setelah menjelaskan kefanaan segala sesuatu pada surah al-Rahman (Kullu man ‘alaiha fan) dan seterusnya lalu berfirman: “Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia berada dalam kesibukan.”[39] Karena kefanaan dan kebinasaan segala sesuatu dan kefakiran seluruh eksisten serta kehancuran alam kontingen (imkan), tidak dapat terrealisir kecuali dengan Wujud, emanasi dan kebaikan (ihsan) Tuhan yang memiliki segala kebesaran dan karunia. Pada setiap hitungan detik, lahir dan mengejewantah nama “al-Mufni al-Mumit” (Pembinasa yang mematikan) dan “al-Munsyi al-Muhyi” (Pengada yang menghidupkan) pada dunia yang secara terus menerus pada kondisi bergerak. Seluruh semesta laksana air yang mengalir dan bergerak dalam aliran. Dan gambaran mentari pada air yang tetap (mengalir) ini laksana wajah Tuhan (wa yabqa wajha rabbuk).

Pada setiap detik substansi dan esensi segala sesuatu mengalami pembaruan (renewal) dan transmutasi (tabaddul). Dengan bahasa tubuh, lisan, potensi, dengan tangan membutuhkan dan mata yang penuh harap bergerak ke arah Pemilik Kemurahan dan Cinta. Menyampaikan hajat (pada seluruh dimensi) kepada-Nya. Dan melabuhkan harapan kepada Kekayaan dan Kemurahan-nya. “Hai manusia, kamulah yang memerlukan (faqir) kepada Allah; dan hanya Allah-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. Fatir [35]:15)[40]

Dialah yang ada pada setiap detik, pada setiap penciptaan baru Dia berada dalam kesibukan (kullu yaum huwa fi sya’n) meski: Dia tidak disibukkan oleh kesibukan.

Penciptaan semesta keberadaan tidak hanya terjadi permulaan penciptaan dunia, melainkan setiap detik penciptaan dan permulaan. Karena itu, sebagian ulama besar Islam dan Syiah dengan mengambil inspirasi dari “kullu man ‘alaiha fan…yasalunakan man fissamawati wa al-ardh kullu yaumi huwa fii sya’n) dan melalui media syuhud (penyingkapan) Irfan dan dengan mengikuti burhan menyimpulkan demikian dan menetapkan gerakan dan transmutasi (tabaddul) substansi dan esensi segala sesuatu. Kendati pada wilayah ini banyak yang harus disampaikan namun ruang dan waktu tidak tersedia. Rumi, seorang arif besar, menggubah gerakan para wali Tuhan “ke arah yang tak berarah” dalam sebuah syair yang indah sebagai berikut:

Sesiapa yang melangkah ke arah yang tak-berarah

Para budiman itu menoleh ke arah yang tak-berarah

Setiap merpati yang melesak pada mazhab

Merpati ini berpihak pada yang tak-berpihak

Kita bukan unggas udara juga bukan piaraan

Bijian kita adalah biji tanpa biji

Sedemikian luas kehidupan (akhirat) kita

Sehingga terkoyak kain (jasad) pada pundak (dunia) kita[41]

Catatan Kaki:


[1] Allamah Thabathabai, Tafsir al-Mizân, jil. 19, hal. 100; Murtadha Muthahhari, Âsynâi ba Qur’ân, tafsir surah al-Rahman, hal. 80; Abdullah Jawadi Amuli, Tafsir Maudhu’i Qur’ân Karim, Ma’âd dar Qur’ân, , jil. 4, hal. 193. Abdullah Jawadi Amuli, Tahrir Tamhid al-Qawâid, hal. 778; Maula Nazharali Thaliqani, Kâsyif al-Asrâr, jil. 1, hal. 335; Terjemahan al-Qur’an (terjemahan Muhammad Mahdi Fuladun, Tafsir Nemune..)

[2] Allamah Thabathai, Op Cit, jil. 19, hal. 100; Thabarsi, Majmâ’ al-Bayan, jil. 9, hal. 305; Faidh Kasyani, Tafsir Shâfi, jil. 2, hal. 641; Tafsir Qummi; Tafsir Nemune..

[3] Murtadha Muthahhari, Op Cit, hal. 4.

[4] Allamah Thabathabai, Op Cit, jil. 19, hal. 103; Faidh Kasyani, Tafsir Shâfi, jil. 2, hal. 640; Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 18, hal. 78; jil. 63 hal. 117.

[5] Lihat, Tafsir al-Mizân, Shâfi, Majmâ’ al-Bayan, Nemune.

[6] Lihat, Indeks: Setan, malaikat atau jin. Kemampuan setan dan jin

[7] Bihâr al-Anwâr, jil. 57, hal 324.

[8] Namun sebagian riwayat yang lain menjelaskan bahwa tempat kediaman setan itu di udara (bukan di langit atau bumi), silahkan lihat, Mulla Shadra, Mafâtih al-Ghaib, jil. 1, hal. 264-265.

[9] Bihâr al-Anwâr, jil. 18, hal. 76-81, 87, 91-93; Jil. 39, hal. 169, 175, 176

[10] Namun terkait apakah jin merupakan eksisten material atau non-material (non-material barzakhi dan mitsali) dimana apabila ia non-material maka ia tidak akan mendiami sebuah tempat, kendati ia menjelma dalam pelbagai bentuk dan rupa, memerlukan kajian terpisah. Mengingat pertanyaan penanya yang budiman tidak menyoroti masalah ini, karena itu kami menghindar untuk membahas masalah ini. Demikian juga pembahasan terkait dengan perginya setan ke langit, menyentuh langit, mencuri pendengaran dan lain sebagainya, pada kesempatan ini tidak menjadi obyek pembahasan kita. Kami persilahkan Anda lihat, Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Ma’ârif Qur’ân, jil. 1-3, hal. 308-312.

[11] Silahkan lihat, kitab-kitab kamus bahasa (Maqaiis al-Lugha, Lisan al-‘Arab, al-Munjid, Qamus Qur’an, Farhang-e Jami’ Nawin dan sebagainya) kitab-kitab tafsir.

[12] Qs. Ali Imran [2]:185; Qs. Al-Anbiya (21):35; Qs. Al-Ankabut (29):57.

[13] Qs. Al-Hadid (57):4

[14] Qs. Al-Qishash (28):88

[15] Qs. Al-Rum (30):27

[16] Qs. Al-Anbiya (21):104

[17] Abdullah Syubbar, Haq al-Yaqin, hal. 98-99; Allamah Majlisi, Haq al-Yaqin, hal. 418-419.

[18] Nahj al-Balâgha, khutbah 186

[19] Sayid Abdullah Syubbar, Haq al-Yaqin, hal. 98.

[20] Qs. Dukhkhan [44]:93; Qs. Ali Imran [3]:169, 170 & 185; Qs. Al-Nahl [16]:96; Asfar, jil. 8, hal. 380 dan seterusnya; Asfar, jil. 9, hal. 237 dan seterusnya & 279; Mafatih al-Ghaib, jil. 2, hal. 623-640; Ma’arif Qur’an, jil. 1-3, hal. 445.

[21] Al-Mizan, jil. 19, hal. 101; Asfar, jil. 9, hal. 266, 279, dan 282.

[22] Terjemahan Persia Al-Mizan, jil. 19, hal. 168.

[23] Abdullah Jawadi Amuli, Tafsir Mau’dhui Qur’an Karim, jil. 4, hal. 194.

[24] Al-Mizân, jil. 19, hal. 90-91; Abdullah Jawadi Amuli, Tafsir Mau’dhui Qur’an Karim, Ma’ad dar Qur’an, jil. 4, hal. 194; Hadi Sabzawari, Syarh al-Asma, hal. 207, 254, 720.

[25] Faqr bermakna legamnya wajah di dua alam (dunia dan akhirat). Silahkah lihat, Asfar, jil. 1, hal. 69; Syarh al-Asma, hal. 207.

[26] Mahmud Syabistari, Gulsyan-e Râz, bait 126.

[27] Rumi, Matsnawi Ma’nawi, daftar-e awwal; Pembahasan ihwal ayat “Kulli syain Halik illa wajha” di luar pembahasan kita kali ini dan akan dibahas pada kesempatan mendatang.

[28] Silahkah lihat, Mulla Hadi Sabzawari, Syarh al-Asma, hal. 720, 364, 296, 253, 241; Abdurazaq Kasyani, Syarh Manazil al-Sairin, hal. 410, 574, 580; Allamah Thabathabai, al-Risâlah al-Tauhidiyah, hal. 129; Abdullah Jawadi Amuli, Tahrir Tamhid al-Qawaid, hal. 374, 770, 778; Izzuddin Mahmud Kasyani, Misbah al-Hidâyah wa Miftah al-Kifâyah, hal. 426; Khaja Nasiruddin Thusi, Ausaf al-Asyraf, hal. 99; Abdullah Jawadi Amuli, Marâhil Akhlâq, hal. 401-412; Mulla Shadra, jil. 9, hal. 266,277, 279 dan 280; Muqaddimah Qaishari bar Fushus al-Hikam, fushul 9 dan 15.

[29] Mulla Shadra, Asfar, jil. 9, hal. 266-281. Muqaddimah Qaishari bar Fushus al-Hikam, fushul 9 dan 11.

[30] Mullah Shadra, Syawâhid al-Rububiyah, jil. 1, hal. 298-299.

[31] Rumi, Matsnawi Ma’nawi.

[32] Ibid.

[33] Kendati redaksi terlepasnya di sini bukan merupakan redaksi yang tepat dan benar. Karena, sesuai dengan gerakan substansial (harakat al-jauhari), tiada satu pun eksisten yang akan kehilangan sesuatu dan memiliki seluruh kesempurnaan tingkatan sebelumnya.

[34] Mulla Shadra, Asfar, jil. 3, hal. 110 dan seterusnya; jil. 9, hal. 266, 279, 280; Mulla Shadra, Mafâtih al-Ghaib, jil. 2, hal. 713; Mulla Shadra, Syawâhid al-Rububiyah, jil. 1, hal. 298-299.

[35] Rumi, Matsnawi Ma’nawi.

[36] Sa’di Syirazi, Gulistan.

[37] Hasan Zadeh Amuli, Ma’rifat Nafs, jil. 2, hal. 319-320.

[38] Rumi, Matsnawi Ma’nawi.

[39] Mulla Hadi Sabzawari, Syarh Asma, hal. 260-261; Mulla Shadra, Asfar, jil. 3, hal. 108-113.

[40] Allamah Thabathabai, al-Mizân, jil. 19, hal. 102.

[41] Rumi, Matsnawi Ma’nawi, Daftar-e Panjum, bait-bait 350-353